Oleh HASIF AMINI
LEWAT majas, bahasa kiasan, puisi terbiasa menautkan ranah-ranah pengalaman yang sering tampak berjauhan. Di dalamnya kita bisa mengalami sebentang tamasya dunia dengan anasir yang beragam, kadang saling berlawanan, namun bersahut-sahutan; kita menghadapi keserbamungkinan.
AMIR Hamzah, kita tahu, gemar memerikan kerinduan dan rasa penasaran akan Tuhan dalam kata-kata yang seakan bergerak dan bergetar ke arah lain: Engkau pelik menarik ingin/ Serupa dara di balik tirai; atau, Engkau cemburu/ Engkau ganas/ Mangsa aku dalam cakarmu/ Bertukar tangkap dengan lepas. Walt Whitman mendaftar dan merayakan manusia, debu, lembu, rumput, tikus, lokomotif, kapal, kamera, dewa, bintang, dan sebagainya, sebagai para anggota yang lemah tetapi juga kuat di alam semesta. Omar Khayyam kerap melukiskan kefanaan dan kerentanan hidup dalam rangkaian citra yang intim seperti anggur, cawan, lampu, pena, papan catur, dan taman karavan yang marak di tengah maha kelam yang luas dan dalam.
-baca selanjutnya->