Catatan Kecil untuk Kata Fakta Jakarta

(Ulasan Buku)

Petang itu saya datang, bersama seorang teman, memenuhi sebuah undangan. Undangan gratis itu datang dari dunia maya beberapa hari sebelumnya. Sebuah undangan dari Rujak Center for Urban Studies untuk menghadiri peluncuran buku Kata Fakta Jakarta di Goethe Institut, Menteng, Jakarta Pusat, pertengahan Oktober lalu.

Hari masih terang sore itu. Jalanan di sekitar Menteng menuju lokasi Goethe Institut masih terlihat padat. Setibanya di lokasi dan setelah mengisi daftar buku tamu, sudah nampak barisan kursi disusun dan sejumlah orang sedang berbincang. Dinding ruangan dihiasi beberapa pajangan poster yang merupakan bagian dari isi buku yang akan diluncurkan.

Tak lama kemudian acara pun dimulai. Peluncuran buku ini yang dieditori oleh Elisa Sutanudjaja, Anggriani Arifin, dan Gita Hastarika juga dibarengi dengan peluncuran website. www.klikjkt.or.id. Rujak (www.rujak.org) sendiri adalah sebuah organisasi non-partisan, non-profit, yang terdiri dari sekumpulan orang muda yang berlatarbelakang beragam yang menginginkan Jakarta menjadi tempat hidup yang lebih baik, lebih nyaman. Di Rujak ini mereka mengundang semua orang untuk berbagi ide, pendapat, masukan, informasi tentang kota Jakarta.

Sementara di website www.klikjkt.or.id warga bisa berpartisipasi menyampaikan segala macam informasi, keluhan, laporan peristiwa yang terjadi di Jakarta sehari-hari.

Selama acara berlangsung saya sempat merenungkan sebuah pertanyaan dari sudut pandang orang awam. Dibandingkan dengan kota-kota besar lain di dunia atau di Asia misalnya, Jakarta kini sudah berada pada kondisi/tahap seperti apa? Apakah ada contoh kota lain di luar negeri  yang pernah mengalami suatu kondisi kurang-lebih mirip seperti Jakarta lalu kemudian mengalami perbaikan berarti? Bisakah kita melihat Jakarta kini dari sudut pandang/teori pendekatan seperti itu?


Sederet pertanyaan yang pada akhirnya tak sempat saya ajukan di acara itu.

***

Sepulang dari acara, setelah saya mencermati isinya, terusterang dari sisi pembaca awalnya saya sempat bingung dengan susunan isi buku ini. Dimulai dari data informasi tahun 1998 bulan Januari hingga tahun 2010, ternyata banyak kliping koran pelengkap informasi yang waktunya tidak persis sama di bulan atau tahun yang sedang dibahas. Misalnya pembahasan di bulan Januari 1998 tapi tercantum kliping bulan Mei 1998. Contoh lain pembahasan di bulan Februari 1998 tapi tercantum juga kliping tahun 2010. Akhirnya saya paham bahwa penyusunan isi buku ini lebih bersifat tematis ketimbang urutan waktu.

Buku ini berisi sejumlah informasi penting di Jakarta, seperti jumlah, komposisi penduduk, ragam alat transportasi, ruang kesenian, data tentang dampak banjir, kemacetan, sampah, kebakaran, tempat dan seterusnya, dilengkapi kumpulan kliping, esai opini sejumlah kontributor dan data fakta dalam bentuk grafis. Meski secara tampilan belum sepenuhnya maksimal, seperti ukuran huruf dan kliping koran yang terlalu kecil hingga sulit terbaca dan sejumlah halaman yang berwarna gelap dan sejumlah typo di sana-sini, namun secara umum buku ini sudah cukup informatif dan info grafisnya pun mudah dibaca dan dicerna masyarakat awam.

Setelah saya baca, saya sungguh menghargai, mendukung, dan menangkap ide buku ini yaitu untuk mendokumentasikan sejumlah peristiwa penting di Jakarta yang terkait dengan kepentingan publik/warga. Soal penilaian peristiwa penting atau tidak tentu tak bisa dihindari bergantung pada subyektivitas editor penyusun buku.

Cilaka kalau kita terus membangun tanpa menyadari apa yang sudah ada—yang buruk maupun yang baik–dari diri kolektif kita sebelumnya, kata Marco Kusumawijaya Direktur Rujak di Pengantar buku ini. Dan dengan demikian buku ini dimaksudkan juga sebagai bantuan pengingat, semacam pengetahuan bersama, yang dikumpulkan dan diingat bersama-sama seluas-luasnya, demikian kata Marco.

Saya teringat ide sastrawan Pramoedya yang ingin membuat Ensiklopedi Kawasan Indonesia. Idenya menurutnya adalah mengumpulkan segala macam informasi, peristiwa yang terjadi di seantero negeri nan luas ini. Dari mulai tingkat terendah kecamatan, kelurahan, meningkat ke kabupaten, kota, provinsi dan seterusnya dalam rentang waktu tertentu. Sebuah ide ‘mahagila’ sekaligus sebuah proyek ‘maharaksasa’ yang sampai kini belum terwujud. Meski ajal sudah menjemputnya, tapi Pramoedya sudah memulai. Untuk melakukannya, Pramoedya juga mengumpulkan bahan kliping dari sejumlah media cetak.

Ide penyusunan buku Kata Fakta Jakarta ini juga menurut saya mirip dengan ide Pramoedya itu, meski dalam skala yang lebih kecil. Apa yang dilakukan teman-teman di Rujak dengan menerbitkan buku dan website ini pun menurut saya sudah sebuah proyek ‘maharaksasa’ tersendiri. Mereka mendata, mengumpulkan sekaligus memetakan masalah dan peristiwa yang terjadi sampai ke lorong-lorong terkecil di Jakarta. Dari kawasan Sudirman hingga Petamburan, dari timur, utara, barat, pusat hingga ke selatan, meski tentu dengan bantuan beberapa pihak dan partisipasi warga. Sebuah bentuk peran sebagai bagian dari upaya pemecahan berbagai masalah di Jakarta.

Di negeri ini bahkan kita masih seringkali sulit memetakan masalah, yang mengakibatkan masalah terus berkarat berlarut-larut tanpa solusi berarti. Dan di saat-saat seperti ini, sebuah pertanyaan wajar bisa muncul ke permukaan, ketika kebobrokan, ketidakberesan dan segunung masalah ada di mana-mana hingga membuat kita hampir putus asa, dari mana kita memulai solusinya? Almarhum CakNur (Nurcholish Madjid) pernah menjawab pertanyaan semacam itu dengan jawaban sederhana: mulailah dari mana saja. Penerbitan buku dan website ini adalah bagian solusi ‘dari mana saja’ itu. Meski kita tau, memulai dari mana saja pun sesungguhnya tidaklah mudah. Semuanya menuntut pengorbanan waktu, biaya, tenaga, pikiran bahkan perasaan. Toh kita semua masih manusia. Tapi kita sudah memulai.

Dalam kata sambutan di acara peluncuran buku ini Marco mengatakan, “Buku ini sebetulnya telat terbit beberapa bulan. Seharusnya buku ini diluncurkan 3-4 bulan sebelumnya.” Mungkin maksudnya pada bulan Juni lalu bertepatan dengan ulang tahun kota Jakarta. Tapi bagi saya tak mengapa. Jakarta toh tidak hanya diingat di bulan Juni saja, warga kota ini menjalaninya sehari-hari.

Dan di bagian Pengantar buku ini Marco juga bilang bahwa buku ini sesungguhnya tidak pernah lengkap dan selalu terbuka untuk ditambahi dan diperbaharui. Sebuah proses perbaikan terus-menerus.

Saya membayangkan sekelompok orang muda di Rujak ini berkumpul beberapa kali, membahas, berdiskusi, berdebat, bertukar pikiran untuk kemudian memutuskan membuat buku ini. Saya tak mengenal mereka. Dan mereka juga tak mengenal saya. Mungkin mereka juga tak saling kenal sebelumnya atau justru sebaliknya.

Di tengah lautan ketidakpedulian dari mereka yang putus asa, yang muak, yang mengeluh dengan segala keruwetan Jakarta, akan terlalu mudah rasanya untuk sekadar mencacimaki keadaan. Sementara mereka yang masih peduli seperti pejalan jauh di lorong gelap nan sunyi. Keinginan mereka sederhana, ingin merasakan menjadi manusia di tempat hidup yang nyaman dan lebih baik. Pada saat-saat seperti ini mereka yang ingin menjadi manusia akan tampak seperti malaikat. “Jangan sekadar mencacimaki kegelapan, tapi nyalakan lilin,” semboyan para aktivis itu kembali terngiang di telinga saya. Dan dengan ini saya akan mengingat mereka, orang-orang muda yang masih percaya akan melihat cahaya di ujung lorong.

(Pandasurya, Jakarta, Oktober 2011)

12 thoughts on “Catatan Kecil untuk Kata Fakta Jakarta

  1. Terima kasih, Bung Pandasurya atas pemahamannya dan waktu serta perhatiannya.
    Sedikit pelurusan. Rujak nama organisasi kami (lengkapnya: Rujak Center for Urban Studies, RCUS) bukanlah singkatan dari “ruang jakarta” atau apapun lainnya. Rujak adalah rujak, makanan itu….:) Memang akun twitter dan FB kami “ruangjakarta”, tapi itu bukan dari Rujak Center for Urban Studies. Sekedar nama yang berbeda saja.
    Selain itu, tidak benar anak-anak muda di rcus itu arsitek semua latar belakangnya. Anggie Arifin adalah sosiolog. Irvan Pulungan adalah ahli hukum lingkungan, lebih spesial lagi “tata ruang”, tapi backgroundnya hukum. Kami berlatar belakang berbeda-beda, sebagaimana warga biasa.

    Sekali lagi terima kasih. Beritahu teman-teman untuk pesan buku, dan menyumbang untuk buku berikut. Ada saran?

  2. yup, baiklah kalo gitu akan saya koreksi lagi teksnya. hehe. terima kasih juga informasinya. Yak tentu saya akan beritau teman2 untuk pesan dan berdonasi menyumbang buku berikutnya. Saran? dari segi tampilan/kemasan, untuk yg berikutnya mungkin ukuran huruf bisa diperbesar, juga isi kliping korannya. dan hindari halaman berwarna gelap yg membuat tulisan sulit terbaca. Desain gambar sampul depan sepertinya bisa dibuat lebih maksimal lagi, lebih menarik lagi:) Mungkin itu dulu saran sementara. Saran mengenai isi bisa menyusul nanti:)

  3. Terima kasih untuk komentar dan sarannya :):)
    Kami membutuhkan banyak masukan supaya KataFaktaJakarta semakin baik dan memuaskan banyak pembaca di edisi-edisi berikutnya.

    Pemilihan tanggal kliping2 memang sangat tergantung tema yang diangkat. Untuk misalnya Tragedi Mei 1998, kami sengaja mencari kliping2 sebelum kejadian, dan ternyata lucu2, misalnya ada jaminan dari militer dll bahwa Jakarta Aman (Januari) hehehe … Sementara di topik lain, misalnya banjir, menyorot, kalau tahun2 berikutnya (tak hanya 2002, 2007) banjir tetap selalu ada hehehe 😀

  4. hi pandusurya, bener loh aku bukan arsitek gambar aja ga bisa…thanks ya udah kasi review buku ini….untuk RCUS yang lain, kapan bikin kata fakta versi politik jakarta xixixixi

    • hihi iya maap, mas irvan, saya kurang cek ricek info soal itu, tapi udah saya koreksi jg dikasi pak Marco hehe. wah mo bikin kata fakta versi politik jakarta? tidaaaakkk!! 😀 *ngumpet*

  5. Bung Panda, senang sekali membaca ulasan buku ini yang begitu personal, dari pemahaman anda atas disusunnya buku ini, ada kilas-kilas mengenai cara pandang. Sekaligus saya jadi bisa berkenalan dengan blog anda (senang ada bacaan blog baru, berhubung saya baru dua bulan ini punya blog sendiri dan nulisnya jarang-jarang hehehe). Salam kenal! – Anggie Arifin-

    • haii, mba Anggie.. makasih atas komentarnya. wah editor bukunya ada yang mampir lagi nih hehe 🙂 iya saya hanya mencoba membaca dari sudut pandang pembaca awam dan begitulah kesan saya. dan yup, silakan baca-baca di blog saya, mudah2an bermanfaat. salam kenal juga. boleh nanti saya juga mampir2 di blognya, mba:)

  6. Halo saya Dayu dari Ilmu Komunikasi Universitas Airlangga Surabaya, kebetulan saya sedang mengambil skripsi tentang representasi identitas Kota Jakarta. Mungkin kita bisa ngobrol melalui email? Terimakasih.

Leave a comment