Kreativitas

Oleh Putu Wijaya

Kreativitas di dalam penulisan, adalah upaya untuk mengutak-atik sesuatu yang sederhana menjadi sesuatu yang baru, menarik bahkan mungkin kontroversial. Menyederhanakan materi yang berat menjadi tulisan yang sederhana dan komunikatif, tanpa kehilangan esensinya, adalah bagian dari kreativitas. Tetapi sebaliknya membuat ruwet materi yang sederhana sehingga menjadi tak terpahami adalah kegagalan penulisan.

Bentuk kreativitas dalam penulisan bermacam-macam. Tidak terbatas hanya menyederhanakan yang sulit. Mengembangkan hal-hal yang sepele menjadi penting, membuat sesuatu yang kering menjadi memikat, membuat yang tidak pernah dilakukan sebelumnya namun tanpa terasa sebagai coba-coba dan sebagainya adalah kreativitas. Kreativitas adalah berbagai upaya yang dilakukan oleh seorang penulis dalam membuat paket tulisannya menggigit. Jadi kebaruan yang muncul seperti sudah disebutkan di atas hanya salah satu aspek. Sasaran lanjut dari kebaruan itu adalah agar tendangannya pada pembaca lebih telak.

-baca selanjutnya

Sudut Pandang

Oleh Putu Wijaya

Setiap tulisan juga punya sudut pandang yang besar sekali pengaruhnya pada bobot tulisan. Persoalan yang sama, dengan data-data yang tak berbeda, dapat dibuat menjadi baru, karena menukar sudut pandang. Penukaran sudut pandang bukan saja akan mengundang kesegaran, tetapi juga keanehan, keunikan, kejelian, dan pesona.

Sebuah materi yang bagus, bila tidak disertai sudut pandang yang tepat, bias mubazir. Sebaliknya dengan sudut pandang yang cerdik, sesuatu yang biasa, remeh-temeh, bahkan klise bias menjadi sesuatu yang baru dan menarik. Sudut pandang adalah bagian dari kosmetika penulisan. Tetapi tidak hanya kosmetika, sudut pandang juga dapat secara fantastis mengubah materi yang dibicarakan.

-baca selanjutnya->

Posisi Gaya, Akhir yang Mengambang

oleh Putu Wijaya

Sudah sering dibicarakan tentang posisi dari penulis. Apakah penulis dalam menuliskan gagasannya akan memposisikan dirinya sebagai seorang guru kepada murid, atau seorang murid kepada guru, atau juga seorang teman kepada teman yang lain. Yang belum dibicarakan adalah bahwa ketiga posisi itu sebenarnya bernilai sama, apabila ditempatkan sebagai gaya.

Sebuah gaya dalam menulis adalah aksi tambahan yang membuat tulisan menjadi memiliki pesona. Salah kalau gaya ditempatkan hanya sebagai pemoles. Sebab untuk menentukan gaya, itu sangat tergantung dari materi yang hendak disampaikan serta watak dari penulis serta juga kondisi umum dari pembaca. Gaya adalah refleksi gabungan dari hasil studi terhadap materi yang disampaikan, keterbatasan diri penulis dan kondisi konkret pembaca. Gaya tidak menyeruduk begitu saja. Tidak merupakan sekadar jiplakan dari ulah orang lain yang dikagumi. Gaya adalah bagian dari upaya dan strategi dan sama sekali bukan tujuan, meskipun memang sangat memperngaruhi efisiensi dalam mencapai tujuan.

Dengan gaya, tulisan menyusun siasat untuk merebut konsentrasi pembaca agar tetap terkonsentrasikan pada tulisan, baik pada bagian-bagian yang penting, dan khususnya pada bagian-bagian yang kurang menarik. Gaya akan membuat tulisan menjadi semacam tontonan. Gaya adalah irama, adalah musik, adalah dinamika, yang dapat membuat orang lupa pada waktu. Gaya menyulap yang sulit menjadi ringan. Serta yang buram menjadi bening. Gaya yang tepat dan otentik akan membuka hati pembaca dan penulis sendiri di dalam memproses tulisan. Gaya memberikan tenaga. Tetapi sebaliknya, gaya yang hanya sekadar aksi, akan terasa asing. Ia menjadi kanker di dalam tubuh tulisan. Musuh di dalam selimut yang menghancurkan makna tulisan.

-baca selanjutnya

Ohhh … Internet

Humor Gusdur

Suatu kali ada seorang Kiai Madura yang membanggakan pembangunan pesantrennya kepada Gus Dur.

“Wah … pesantren saya sudah jadi. Lengkap, bangunannya luasm bertingkat,” katanya dengan wajah bangga. “Kapan-kapan Gus Dur harus ke sana. Soalnya sudah lengkap dengan eternit,” tambahnya lagi.

“Eternit?” tanya Gus Dur sambil berpikir setiap bangunan kan memang perlu eternit.

“Payah, mosok nggak ngerti. Itu lho yang pakai komputer …!”
“Ohhh … internet,” jawab Gus Dur bersama-sama beberapa orang yang hadir sambil tertawa.

(mbs-okezone.com)