Mengheningkan C.i.n.t.a

Ketika hati tercabik, bagaimana bunyinya?

Yang perih, yang getir
Yang berakhir getir, berawal luka

Yang kelam, yang terpendam
Yang galau, yang kacau
Gelap yang teriris paling gelap,
Yang tercabik-cabik
Dikoyak rapuh. Retak
Digilas remuk. Pecah berkeping

Semua ada di sini
Semua berkumpul di sini
Menggelegak di sini

Dan kata-kata lebur di sini
Di hening yang terdalam

Ketika hati tercabik, bagaimana bunyinya?

Mengheningkan C.i.n.t.a

Ketika hati tercabik, bagaimana bunyinya?

Yang perih, yang getir

Yang berakhir getir, berawal luka

Yang kelam, yang terpendam

Yang galau, yang kacau

Gelap yang teriris paling gelap,

Yang tercabik-cabik

Dikoyak rapuh. Retak

Digilas remuk Pecah berkeping

Semua ada di sini

Semua berkumpul di sini

Menggelegak di sini

Dan kata-kata lebur di sini

Di ruang yang terdalam

Ketika hati tercabik, bagaimana bunyinya?

(April’2010)

Kenapa Membaca Sastra?

open bookDi suatu masa, entah kapan dan di mana
Seseorang mungkin akan bertanya kepadamu,
“Kenapa dirimu membaca sastra?”

Dan inilah jawabmu:
“Karena sastra, yang pertama dan utama, memberi pelajaran tentang hidup
Pelajaran yang tak didapat di ruang-ruang kelas mana pun

Karena sastra adalah seni
Seni bercerita, seni kata, gaya bahasa, pilihan kata,
cara pengungkapan penuh makna

Karena sastra bisa mengetuk pintu hati untuk sampai pada kesadaran
Kesadaran tentang hidup dan kehidupan, tentang kenyataan
tentang ketulusan
tentang diri dan orang lain
tentang kemanusiaan dan dunia
tentang alam semesta, Tuhan dan cinta
dari bilik sunyi hingga ke kedalaman samudra
dari gelapnya rimba belantara hingga ke batas cakrawala

Karena sastra juga berarti menata hati dan pikiran,
segenap panca indra, jiwa dan raga
Karena sastra memberi hati pada duka luka
pada kepedihan, penderitaan dan kebahagiaan
Karena sastra menerbitkan tangis dalam tawa

Selalu ada masanya sastra bisa memberi rasa
bagi mereka yang mati rasa
atau sekadar mencoba berdamai dengan rasa hampa
karena sastra memberi cahaya

Karena sastra menyentuh relung jiwa, menginspirasi sanubari

Dan karena sastra memberi getar pada hidup..”

(Jakarta, Mei-Agustus’09)

Sabda Ibunda

kasih-ibu

Tentu kau masih mengenangnya,
ketika ingatanmu menjangkau masa lalu

Di suatu sore yang cerah secerah pagi
ibundamu bersabda lirih,
“Apa pun pilihan hidupmu, nak
jujurlah pada diri sendiri
jangan khianati hati nurani.”

Dan di lubuk hatimu yang terdalam
kau pun tahu
ibunda tak pernah minta lebih dari itu

(Februari 2004)

Pagi Ini Seperti Pagi Yang Lain

Pagi ini seperti pagi yang lain
Kita akan bercerita tentang hari-hari yang berlalu
tanpa sedikit pun getar dalam hati

Sore itu kau berdiri di sana
menatap kosong ke arah jalanan yang basah
selepas hujan bulan Juli

“Jalanan seperti kaca,” katamu
“Orang-orang lalu-lalang, bergegas, begitu saja
silih berganti, datang dan pergi,
tanpa pernah bercermin
tanpa getar dalam hati

Dan tak seorang pun berani bertanya
untuk apa kita ada di dunia..”

“Mungkin sepi,” jawabku seadanya

Lalu kau berkata lagi,
“Pernahkah kau merasa
tidak pernah merasa..
Kosong..
seperti lagu Monty Tiwa*?”

*Download Mp3 “Kosong” by Monty Tiwa

Lirik lagu “Kosong” by Monty Tiwa

-baca selanjutnya->