Sekuntum

Dan waktu pun seperti kembali lagi, an
seperti obrolan hari kemarin, hari ini, dan hari nanti
Darinya pun kau mendengar suara yang sama

Ini kegalauan yang sama tentang Indonesia.
Indonesianya, Indonesiamu,
mungkin Indonesiaku.

Ini cerita lama tentang mereka yang masih punya sekuntum harap
tapi tak bisa banyak berbuat.
memang cerita lama, an
bukan barang baru

dan mungkin yang diperlukan memang bukan berbuat banyak.
tapi sedikit saja, tak apa, tapi terus dan terus
tanpa henti
meski tak selamanya tanpa lelah
dan air mata

Indonesiamu masih di sini, an
sampai kau merasa paling bodoh sendiri

(Feb’12)

Menapaki Nama Indonesia

teks dan foto dari http://www.lenteratimur.com/menapaki-nama-indonesia/

Laksana bayi, nama yang terberi padanya kerap sudah jauh terdengar sebelum prosesi kelahiran terjadi. Nama tersebut sering kali tak sekadar jatuh dari langit. Ia cenderung didapat dari sejumlah perenungan dan inspirasi, pun sekian kali diskusi. Demikian pula dengan nama ‘Indonesia’. Nama ini sudah ada dan tersebar sebelum ia lahir. Namun, bagaimanakah sesungguhnya proses penamaan ini terjadi?

Sebelum bernama Indonesia, orang-orang Eropa telah memiliki beragam sebutan tunggal untuk mengidentifikasi banyak kawasan macam Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali, dan Maluku (juga Papua dengan banyak perdebatan). Ada yang menamakannya dengan ‘The Indies’, ‘The East Indies’, ‘The Indies Possesions’, ‘Insulinde’ (the islands of the Indies), atau ‘Tropisch Netherland’ (the tropical Netherland), atau ‘The Netherland (East) Indies’.

Selain nama-nama tersebut, tersebar pula nama-nama lain untuk kepulauan ini, yang umumnya digunakan oleh mereka yang bukan berasal dari Belanda, seperti ‘Oceanie’, ‘Oceania’, dan ‘Malasia’ (Perancis), ‘the Eastern Seas’, ‘the Eastern Island’, dan ‘the Indian Archipelago’. Ada juga bangsa-bangsa selain Eropa yang memberikan macam-macam nama, namun itu tak merujuk sebagaimana di benak Eropa terhadap bentang daerah yang relatif sama.

Pada pertengahan abad 19, lahir sebuah jurnal yang berkonsentrasi untuk mendedah jejak dinamika kehidupan di kawasan yang kini bernama Indonesia. The Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia, demikian nama jurnal tersebut. Lahir pada 1847 dan berkedudukan di Singapura, jurnal ini digawangi oleh editor James Richardson Logan (1819-1869), seorang Skotlandia.

Dalam volume pertamanya, Logan menyatakan bahwa artikel-artikel di jurnal ini akan terdiri atas hal-hal yang berhubungan dengan Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Philipina, Maluku, Bali, Semenanjung Melayu, Siam, dan, dia berharap, China.

-baca selanjutnya->

Pernyataan Sikap Goodreads Indonesia atas Pelarangan Buku

Pelarangan Buku & Penarikan Buku dari Peredaran Merugikan Pembaca dan Melanggar Hak Pembaca

Pada 23 Desember 2009, Kejaksaan Agung mengumumkan pelarangan lima judul buku yang dianggap ‘mengganggu ketertiban umum’, yakni pertama, Dalih Pembunuhan Massal Gerakan 30 September dan Kudeta Suharto karya John Rosa. Kedua, Suara Gereja bagi Umat Tertindas: Penderitaan Tetesan Darah dan Cucuran Air Mata Umat Tuhan di Papua Barat Harus Diakhiri karya Cocratez Sofyan Yoman. Ketiga, Lekra Tak Membakar Buku: Suara Senyap Lembar Kebudayaan Harian Rakjat 1950-1965 karya Rhoma Dwi Aria Yuliantri dan Muhidin M Dahlan. Keempat, Enam Jalan Menuju Tuhan karya Darmawan. Kelima, Mengungkap Misteri Keberagaman Agama karya Syahrudin Ahmad. Selain itu, di kurun waktu yang sama juga terjadi penarikan buku Membongkar Gurita Cikeas karya George Junus Aditjondro dari peredaran. Pelarangan dan penarikan buku ini merupakan satu dari banyak kejadian serupa dengan yang selama ini sudah seringkali terjadi di Indonesia.
-baca selanjutnya->

Indonesia atau Endonesia?

(Versi singkat asal-usul nama Indonesia)

indonesia-batik

“Kau tak kenal bangsamu sendiri…”
–Pramoedya Ananta Toer (Anak Semua Bangsa)


Selama 64 tahun menjalani kemerdekaannya, sensus penduduk di negeri ini tak pernah mengungkapkan ada berapa juta orang yang tidak tahu tentang asal-usul nama negeri tempat kelahiran dan kematiannya. Hal ini tak perlu disesali benar. Karena ini memang bukan menyangkut soal perut atau “periuk nasi” banyak orang. Juga tak pernah menjadi garis hidup yang menentukan peta nasib seseorang. Perkara asal-usul nama memang bisa dianggap penting atau sebaliknya, tergantung dari sudut pandang mana orang menilainya.

Negeri ini ada di antara dua samudera, itu kata ilmu bumi atau peta geografi. Tapi negeri ini bermula dari satu nama sungai, itu kata ilmu sejarah. Dari Indusnesos menjadi Indunesia dan akhirnya jadilah Indonesia. Indus adalah nama sebuah sungai di India dan nesos berasal dari bahasa Yunani yang artinya ‘gugusan pulau’ atau ‘kepulauan’. Dengan begitu, nama Indonesia punya arti ‘kepulauan India’. Tak ada yang risih atau repot dengan arti nama ini. Dan orang India pun tak pernah keberatan nama negerinya dicatut jadi nama sebuah bangsa.

Seorang pelaut Portugis yaitu Manoel Godinho de Eredia pernah membuat peta yang di dalamnya tercantum nama Luca-antara atau Nuca-antara untuk kepulauan Malaya. Kurang lebih ada kaitannya dengan kerajaan Majapahit di abad ke-15 yang menamakan daerah kekuasaannya dengan nama Nusantara. Sebelum Majapahit ada Kerajaan Singasari yang menamakannya Dipantara, Nusantara di antara dua benua. Lalu pada abad ke-16 Portugis menguasai Indonesia dan menamakannya India Portugis.

-baca selanjutnya->

The Fall (2006), Sebuah Mahakarya Seni

Di atas langit masih ada langit.
Di balik cerita tersimpan cerita..

TheFall(2006)-cover_large-ed

“Aku akan menceritakan kepadamu sebuah kisah hebat tentang cinta dan balas dendam..”

thefall06dp6-ed

Tak diragukan lagi sinematografi jadi kelebihan film ini. Gambar-gambar yang disajikan dalam film karya sutradara Tarsem Singh ini sungguh unik, indah menakjubkan, memanjakan mata yang melihatnya. Pemandangan dan perpaduan warna dalam film ini sangat mempesona. Di beberapa adegan bahkan sekilas mengingatkan kita pada lukisan surealis Salvador Dali, pelukis terkenal ‘bapak surealisme’ asal Spanyol.

Bukan itu saja. Dari segi cerita, film ini pun merupakan campuran memikat drama-aksi-fantasi, komedi-getir yang unik. Desain kostum para pemainnya juga luar biasa. Dan yang lebih menakjubkan lagi adalah kualitas akting Alexandria yang diperankan gadis cilik polos nan lugu asal Rumania, Catinca Untaru, dengan dialek bahasa Inggrisnya yang lucu menggemaskan. Bahkan aktingnya bisa dikatakan termasuk salah satu yang terbaik yang pernah diperankan anak-anak dalam film.

Tanpa bermaksud melebih-lebihkan, ini adalah film yang luar biasa, brilian, nyaris sempurna, sebuah mahakarya seni yang menunjukkan kekuatan imajinasi. Inilah sebuah film yang bisa membuat terpesona siapa pun yang menontonnya. Kenyataannya memang hampir semua yang sudah menonton memberi komentar yang positif. Film bagus dan hebat memang sudah banyak beredar, tapi seperti kata pepatah: di atas langit masih ada langit.

thefall07ej0-ed

Dari awal permulaannya film ini sudah menampilkan gambar unik yang membuat mata terpesona. Yaitu sebuah kecelakaan akibat aksi adegan berbahaya dalam pembuatan film di sebuah jembatan di atas sungai. Adegan ini berlangsung dalam gerak lambat yang dramatis dengan warna hitam-putih.

Movie Trailer The Fall (2006)

Download The Fall (2006)

-baca selanjutnya->

Tanah Tumpah Darah

di atas bendera revolusi…sebab mencintai tanah air, nak, adalah merasa jadi bagian dari sebuah negeri, merasa terpaut dengan sebuah komunitas, merasa bahwa diri, identitas, nasib, terajut rapat, dengan sesuatu yang disebut Indonesia, atau Jepang, atau Amerika. Mencintai sebuah tanah air adalah merasakan, mungkin menyadari, bahwa tak ada negeri lain, tak ada bangsa lain, selain dari yang satu itu, yang bisa sebegitu rupa menggerakkan hati untuk hidup, bekerja dan terutama untuk mati.

(GM, Caping 4 h. 80)