Pulang

Di ruang tunggu bandara seperti ini
selalu melintas tanya seolah seketika,
ke mana orang-orang akan datang dan pergi, an?
Mereka si orang asing berkulit putih, hitam, berwarna, lalulalang bersama bayang cahaya

apa arti asing dan berwarna sebenarnya?
apa arti tanah air, an, bagi mereka yang tak punya negeri asal?

Sementara gunung Lokon di depan sana
diliputi awan tipis, diam dalam dingin keanggunan misteri

Dan langit senja berpelangi ini, seolah mengundang diri untuk bertanya,
benarkah setiap orang selalu punya tempat untuk pulang?

(18 Juli 2012)

Selendang Pelangi, Selendang Puisi

rainbow_by_iamJoliePuisi lahir dari sepi. Dan kita tak pernah bertanya untuk apa. Seperti bunga mawar yang tak pernah ditanya untuk apa dia ada. Bunga mawar ada begitu saja tanpa kenapa. Tidak selamanya dalam hidup ada hal-hal yang bisa ditanya untuk apa, apa maksudnya, atau untuk tujuan apa. Tidak semua hal harus penting sebagaimana tidak semua harus ada apa atau kenapa mengapa.

Mereka yang terlalu serius menjalani hidup dengan tekanan rutinitas yang padat dan terlalu tegang biasanya sulit menikmati puisi, apalagi memahaminya. Maka mungkin untuk itulah buku seperti ini ada. “Selendang Pelangi”, judulnya. Kumpulan puisi isinya. Karya 17 penyair perempuan Indonesia.

Kenapa hanya 17? Bisa jadi pertanyaan ini tidak terlalu penting. Kalau pun misalnya hanya 10, maka orang bisa bertanya pula, kenapa hanya 10? Tapi kalau pun “terpaksa” mau dikaitkan dan dicarikan jawabannya, mungkin sengaja dipilih 17 penyair karena angka 17 adalah “angka keramat” atau semacam “nomor cantik“ di negeri ini. Dan bukan kebetulan pula jika kata ‘cantik’ juga identik dengan kaum perempuan. Jadi kenapa 17? Sangat boleh jadi karena dikaitkan dengan hari kemerdekaan negeri ini yang diperingati setiap tanggal 17 Agustus.

Kenapa pula judulnya “Selendang Pelangi”? Kombinasi dua kata ‘Selendang’ dan ‘Pelangi’ memang membentuk nama yang indah. Rasanya seseorang memang harus terlahir sebagai orang Indonesia untuk memahami betul arti kata ini. Judul “Selendang Pelangi” tentu dipilih bukan tanpa alasan atau kebetulan.

-baca selanjutnya->